Rabu, 18 Juni 2014

MENGAPA KITA MEMILIH ISLAM (kutipan Ceramah KH. Syarif Rahmat)
Oleh:
Foto0080.jpg
A.    Yasir Hadibroto
Agama selain Islam banyak diberi nama sesuai nama pendirinya atau bahkan berasal dari nama daerah di mana agama itu muncul. Berbeda dengan Islam, meskipun Islam dibawa oleh Rosul bernama Muhammad agama yang dibawanya bukan Muhammadiyah, Rasul pernah di Makkah dan di Madinah nama agama yang dibawanya bukan Makiyah bukan juga Madaniyah.
Namun demikian Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah Islam yang terambil dari kata aslama yuslimu islaaman, yang berarti kepasrahan secara total kepada Allah SWT. Islam juga diambil dari kata salama yuslimu salamatan, yang berarti keselamatan serta kedamaian, dengan demikian orang yang memeluk agama Islam dijamin oleh Allah akan selamat jika didukung dengan kepasrahan secara mutlak kepada-Nya. Maka dalam Shalat disunnahkan membaca Inni wajjahtu wajhiya… Inna shalatii wanusuki …(sesungguhnya aku menghadapkan wajahku… sesungguhnya shalatku…)
Dengan demikian Arti Agama Menurut Islam adalah:
ودع إلهي سائقٌ لذوى العقول السليمة ينال السعادة فى معاشهم ومعادهم
“Agama adalah seperangkat aturan Tuhan bagi makhluk yang punya akal sempurna, agar memperoleh kebahagiaan baik didunia fana maupun di akhirat.”
Oleh karena itu target agama bukan untuk menghibu Tuhan dan juga untuk Menyiksa hamba. Dengan demikian tidak ada ibadah berbentuk hiburan, juga tidak ada ibadah dalam bentuk penyiksaan.
Untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat ada tiga dimensi yang harus dicapai:
1.      Dimensi spiritual
Ketika manusia menjalankan syari’at agama, dosanya diampuni, pahalanya bertambah jiwanya lebih tenang.
2.      Dimensi medical
Ketika dia melakukan ibadah badannya akan lebih sehat dari yang tidak beribadah
3.      Dimensi sosial
Orang yang taat menjalankan agama, pasti kehadirannya di masyarakat akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang tidak beribadah.
Mengenai tiga dimensi ini dapat dicontohkan salah satunya dalam Ibadah shalat:
Shalat digambarkan Rasul bagaikan Nahr (danau atau sungai besar)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا (صحيح مسلم جز 3  صفحة419)
Dalam shalat ada tiga dimensi, spiritual, medical, serta sosial:
1.      Orang yang mandi lima kali badannya bersih, begitulah shalat. Jika dalam lima waktu seorang hamba mampu mendirikannya, maka jiwa raganya akan bersih dari dosa. Dan dengan ini jiwanya menjadi tenang, hatinya sehat. Mengapa demikian? Karena dalam shalat ada anjuran Aqimish shalaata lidzikrii.. (dirikanlah shalat untuk mengingatku). Untuk mengingat Allah orang yang shalat harus khusyu’.
Masalahnya sekarang untuk memperoleh ketenangan tersebut apakah shalat kita telah khusyu’?
Dalam hal ini berbagaimacam orang mengartikan khusyu’:
a.       Kalau telah mampu memaknai seluruh terjemahan bacaan shalat
b.      Kalau ia mampu melupakan segala sesuatu dalam shalat
c.       Kalau dalam shalat mempu mengingat keindahan surge atau panasnya siksa api neraka.
Pemahaman demikian harus diluruskan. Khusyu’ yang sebenarnya  dalam terminology shalat adalah:
46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.(al Baqarah: 46)
Jika khusyuk dapat diraih, maka jiwanya akan tenang. Karena apapun yang terjadi dan dialami diyakininya atas kuasa Allah SWT.
2.      Shalat dalam segi medical.
Dalam gerakan shalat seiring dengan kemajuan teknologi, banyak ulama yang dapat menunjukkan suatu bukti bahwa tidak ada olah raga apapun yang mampu menjamin kesehatan badan kecuali ibadah Shalat.
Dengan penemuan ini umat Islam harus yakin bahwa Shalat selain sebagai ibadah berdimensi spiritual, shalat juga dapat menjadikan badan menjadi sehat.
Berkaitan dengan ini mungkin timbul pertanyaan, mengapa Shalat diyakini mampu menjadi asbab sehat pelakunya.?? Jawabannya tiada lain adalah karena badan ini adalah ciptaan Allah Tuhan semesta Alam, maka yang paling tau organ tubuh dan bagaimana menjaganya hanyalah Allah. Dengan demikian dalam menjaga kesehatan tubuh seyogyanya setiap muslim lebih mengutamakan Shalat daripada olahraga-olahraga lain. Yakinlah bahwa orang yang rajin mendirikan shalat badannya akan lebih sehat dibanding yang meninggalkannya.
3.      Shalat dalam segi sosial
Sebagai contoh dalam shalat ketika mengucapkan salam seolah-olah kita menyebarkan kedamaian. Ucapan salam yang berarti keselamatan bagimu jika benar-benar diamalkan setelah selesai mengerjakan shalat.
Belum saja orang yang selesai shalat beranjak dari tempat duduk Islam mengajarkan kedamaian melalui dzikir Allahumma Antas Salam…engkaulah sumber kedamaian, waminkas salam dan kedamaian karena engkau yang memberikannya…
Jika tiga dimensi ini tidak dapat membentuk pribadi yang bahagia, damai dan tentreram, bukan berarti Islam yang salah. Tapi bisa jadi pemeluknya menjadikan atau menganggap Islam sebagai agama pemaksaan, sehingga dalam beribadah sedikit sekali rasa ikhlas dalam hatinya. Semua ibadah dilakukan dengan keterpaksaan.
Intinya dalam semua segi ibadah seperti zakat, puasa, haji dan lain sebagainya ada tiga dimensi, spiritual, medical serta sosial.

Rabu, 12 Maret 2014

TIPOLOGI DAKWAH



PERKEMBANGAN ORGANISASI DAKWAH

A.       Pendahuluan
Dakwah Islam yang dikonotasikan sebagai upaya transformasi dan internalisasi nilai-nilai ajaran Islam kepada umat manusia, dalam pelaksanaannya memerlukan adanya sistem perencanaan (planning) yang memadai agar dapat mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Salah satu perencanaan yang dimaksud adalah memahami secara objektif dan komprehensif sasaran dakwah (mad’u) sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi dakwah yang tepat bagi pelaku dakwah (dai) dalam melaksanakan tugasnya pada suatu komunitas tertentu.
Namun jauh sebelum membahas hal di atas, para pelaku dakwah harus memahami terlebih dahulu tentang pengertian, tujuan, fungsi serta tipologi organisasi dakwah. Sebagaimana kesalahpahaman tentang makna dakwah akan mengakibatkan kesalahan langkah dalam operasional dakwah, demikian juga materi dakwah maupun metode yang tidak tepat justru akan mengakibatkan pemahaman dan persepsi yang keliru tentang Islam itu sendiri. Akibatnya, citra Islam menjadi rusak justru oleh ulah umat Islam sendiri yang pada mulanya dimulai dari kenyataan dakwah yang hanya bersifat rutinitas dan artifisial yang tanpa memberikan pengaruh apa-apa. Padahal, tujuan dakwah adalah untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami, lebih sejahtera lahiriah maupun batiniah.[1]
Secara khusus fokus makalah ini dapat dibuat rumusan berikut:
1.      Apa definisi dakwah dan organisasi dakwah ?
2.      Apa definisi tujuan dakwah ?
3.      Bagaimana fungsi organisasi dakwah ?
4.      Apa yang dimaksud tipologi organisasi dakwah dan bagaimana aplikasinya ?



Oval: 1
 
B.       Pengertian Dakwah
Islam sebagai agama yang diyakina rahmatan li al ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) tidak serta merta muncul begitu saja kepermukaan dunia. Perlu disadari bahwa ajaran Islam yang penuh rahmat tersebut bisa sampai karena adanya usaha dakwah Rasulullah Muhammad SAW. Tanpa adanya peran Rasul SAW. Sebagai penyampai risalah keselamatan (da’i), umat tidak akan memahami ajaran yang mulia serta menjunjung akhlak pemeluknya.
Dalam bahasa al Qur'an, dakwah terambil dari kata دعا – يدعو - دعوة  , yang secara lughawi (etimologi) memiliki kesamaan makna dengan kata an-nidâ (النداء) yang berarti menyeru atau memanggil.[2] Kata ini dan derivasinya menurut informasi yang diperoleh dari peneliti al-Qur‘an kenamaan Muhammad Fu‘ad Abdul Baqy terulang sebanyak 215 kali.[3]
Dari tinjauan aspek terminologis, pakar dakwah Syekh Ali Mahfuz, mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.[4] Pengertian dakwah yang dimaksud, menurut Ali Mahfuz lebih dari sekedar ceramah dan pidato, walaupun memangg secara lisan dakwah bisa diidentikan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi tulisan bil-qalam dan perbuatan sekaligus keteladanan bil-hâl wa-qudwah.
Sayyid Qutb lebih memandang dakwah secara holistik, yaitu sebuah usaha untuk mewujudkan sistem Islam dalam kehidupan nyata dari tataran yang paling kecil, seperti keluarga, hingga yang paling besar, seperti negara atau ummah dengan tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mewujudkan sistem tersebut,[5] menurut Quraish Shihab, diperlukan keinsafan atau kesadaran masyarakat untuk melakukan perubahan dari keadaan yang tidak atau kurang baik menjadi baik.[6]
Bagi Ahmad Mahmud, dakwah jika ditinjau dari segi kosa kata, merupakan bentukan kata kerja inklinasi (kecondongan) dan motivasi (fi'lun imâlatun wa targhîbun). Melalui analisa ini, dakwah diartikan sebagai usaha memberikan penawaran  kepada orang supaya bersikap condong dan termotivasi melakukan ajaran Islam itu. Dakwah kepada Islam, artinya tugas untuk mempengaruhi orang agar ia menjadi condong dan menyukai Islam, baik dengan cara teoritis atau nasehat, maupun secara praktis atau keteladanan (min qoulin au  fi'ilin).[7]
Pada prinsipnya dakwah adalah upaya mengubah cara hidup manusia agar mengalami perbaikan dalam segala aspek kehidupan. Dalam salah satu FirmanNya Allah SWT., menyerukan :
ö@è% ¾ÍnÉ»yd þÍ?ŠÎ6y (#þqãã÷Šr& n<Î) «!$# 4 4n?tã >ouŽÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# ( z`»ysö6ßur «!$# !$tBur O$tRr& z`ÏB šúüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ  
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).[8]
Definisi Dakwah yang dimaknai ajakan perubahan kea rah yang lebih baik sesuai tuntunan Agama, jika dikaitkan dengan  organisasi dakwah, maka secara terminologi organisasi dakwah merupakan perkumpulan yang terdiri dari 2 orang atau lebih yang memiliki program dakwah. Artinya organisasi dakwah adalah lembaga keumatan yang bergerak dalam aktivitas dakwah.[9]

C.       Tujuan dakwah
Tujuan dakwah adalah untuk merubah prilaku orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang sedang menerima dakwah agar mengikuti seruan atau ajakan yang disampaikan. Baik tujuan dari komunikasi ataupun tujuan dari dakwah adalah proses dimana seseorang menghendaki adanya perubahan sikap dan tingkah laku orang atau objek komunikasi atau dakwah sesuai dengan harapan si pelaku.[10]
Tujuan yang hendak dicapai dari komunikasi dakwah itu sendiri memiliki tiga dimensi. Pertama, tujuan awal dimana tujuan dari proses komunikasi dakwah itu adalah terjadinya perubahan pemikiran, sikap dan prilaku dari komunikan. Kedua, tujuan sementara dimana tujuan ini hanya difokoskan pada perubahan kehidupan selama di dunia saja. Adapun yang hendak dicapai dari tujuan komunikasi dakwah itu sendiri mencakup dua tujuan diatas sampai pada tujuan akhir dimana adanya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebenarnya tujuan dakwah itu adalah sama halnya diturunkannya ajaran Islam bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.[11] Dalam proses penyelenggaraan dakwah, tujuannya adalah merupakan salah satu faktor penting dan sentral, karena pada tujuan itu dilandaskan segenap tindakan dakwah dan merupakan dasar bagi penentuan sasaran dan strategi atau kebijaksanaan serta langkahlangkah operasional dakwah.[12]
Dari definisi tujuan dakwah, jika dikaitkan dengan tujuan organisasi dakwah maka dalam aplikasinya memiliki kesamaan. Hanya saja dakwah yang terorganisir dengan baik dalam menetapkan tujuan akan lebih efektif dan efisien.
Suatu tujuan yang baik apabila tujuan itu memang menjadi tujuan semua orang, berharga dan bermanfaat bagi manusia, dan bisa dicapai oleh setiap manusia, bukan utopia.[13] Senada dengan itu, H.M. Arifin, menyatakan bahwa tujuan program kegiatan dakwah adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah.[14]
Jika ditelusuri lebih jauh akan ditemukan banyak definisi mengenai dakwah, namun pada umumnya berbgai definisi tersebut memberikan suatu makna yang sama, dala artian bawa dakwh adalah suatu ajakan perubahan dari situasi satu pada situasi lain yang lebih baik, yang tujuan akhirnya adalah agar menjadi khaira ummah yang beruntung dan dirdhai Allah SWT. Sebagaimana Firmannya:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imran: 104)[15]
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. Ali Imran: 110)[16]

D.      Fungsi Organisasi Dakwah
Dakwah pada dasarnya adalah kewajiban individual, dalam artian siapapun orangnya memiliki kewajiban untuk berdakwah. Namun demikian kegiatan dakwah dalam mengajak kearah perbaikan serta mencegah perbuatan munkar bukanlah hal yang mudah, untuk itu diperlukan adanya suatu jaringan kerjasama yang terkoordinasi dalam sebuah lembaga.
Jika setiap orang memiliki misi dakwah masing-masing, tanpa adanya kerja sama yang terorganisir, ketika ada suatu halangan dan rintangan tentu akan terasa berat menanggulanginya. Namun jika gerakan dakwah dilakukan bersama-sama yang diatur dalam sebuah organisasi, maka hambatan dakwah akan dapat diselesaikan bersama-sama. Artinya selain dakwah individual diperlukan juga adanya organisasi dakwah sebagai wadah yang dapat menjadi sarana persatuan dalam mewujudkan misi dakwah. Adapun fungsi organisasi dakwah adalah :
1.      Menjadi wadah gerakan dakwah.
2.      Menjadi ruang alternative bagi masyarakat.
3.      Menjadi mitra aktivitas pemberdayaan umat
4.      Menjadi penyalur minat dan bakat umat.[17]
Dengan adanya organisasi dakwah, gerakan dakwah akan lebih terarah karena visi dan misi mewujudkan khairu ummah lebih terkoordinir. Meskipun hambatan dalam dakwah akan selalu ada seiring kegiatan dakwah, namun hal itu akan lebih mudah diatasi melalui organisasi dakwah.

E.       Tipologi Organisasi Dakwah
Tipologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis secara lebih spesifik.[18] Dengan demikian tipologi organisasi dakwah merupakan ilmu yang membahas pengelompokan organisasi dakwah. Dari definisi ini, setidaknya terdapat dua makna yang terkandung, pertama pengelompokan organisasi dakwah berdasarkan pekembangannya sejak awal masa dakwah Islamiah sampai sekarang dengan berbagai karakteristiknya dibebrbagai belahan dunia Islam.[19] Dalam hal ini dibahas mengenai ideology berbagai lembaga organisasi dakwah Islam dengan berbagai karakteristiknya masing-masing. Baik dipandang dari sudut kemoderatannya, keradikalannya atau yang berada pada posisi keduanya. Tipologi ini terjadi sesuai dengan pendekatan mereka dalam membuat landasan gerakan dakwah Islamiah. Dengan pendekatan pergerakan dakwah masing-masing organisasi secara umum dapat ikelompokkan menjadi gerakan radikalisme, moderat, konservativ dan progresif.
Kedua, pengelompokkan dalam arti penataan dan pemetaan dakwah.[20] dalam makalah ini penulis lebih cendrung pada tipologi kedua.
Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara disebutkan bahwa hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pola manusia seutuhnya berarti dalam pelaksanaan pembangunan fisik hendaknya tidak terlepas dari jalur yang mengarah kepada ketinggian martabat manusia. Manusia seutuhnya berarti pula manusia yang mencerminkan keselarasan hubungannya dengan Allah Swt, dan lingkungannnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang bermutu tinggi baik lahiriah maupun batiniah.[21]
Untuk mewujudkan manusia yang bermutu tinggi tersebut diperlukan berbagai upaya, antara lain melalui dakwah Islamiah. Namun dengan perkembangan masyarakat yang semakin dinamis dewasa ini dan beragamnya watak dan corak sasaran dakwah, maka pelaksanaan dakwah dihadapkan kepada persoalan yang semakin kompleks. Untuk itu  diperlukan sarana dakwah baik memuat materi dan metode maupun media informasi yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan dakwah.
Masalah dakwah dalam Islam sama telah dianjurkan bagi pemeluknya. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, pada dasarnya disebarluaskan dengan jalan dakwah. Dakwah ini dijalankan Nabi dengan cara lemah lembut. Memang melalui dakwah orang-orang Arab Jahiliah diharapkan secara sukarela menjadi seorang muslim. Menjadi seorang muslim hendaknya didasarkan kepada penerimaan dan kesadaran, bukan dengan paksaan atau tekanan.[22]
Dalam melaksanakan dakwah, haruslah dipertimbangkan secara sungguh-sungguh tingkat dan kondisi cara berpikir mad’u (penerima dakwah) yang tercermin dalam tingkat peradabannya termasuk system budaya dan struktur sosial masyarakat yang akan atau sedang dihadapi.[23] Secara evolusi, obyek dakwah mengalami perkembangan kearah yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat kemajuan dan intelektual. Bahkan seharusnya seirama dengan tingkat perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi.[24]
Pengembangan dakwah dimaksudkan agar ajaran Islam secara keseluruhan diharapkan mampu terimplementasikan dalam  kehidupan manusia sehingga mampu memecahkan segala masalah kehidupannya, pemenuhan kebutuhannya yang sesuai dengan ridha Allah swt. Dengan demikian, dakwah dipandang sebagai proses pendidikan individu dan masyarakat sekaligus proses pembangunan itu sendiri.[25]
Dakwah dipandang sebagai proses pendidikan yang baik danbenar-benar harus mengacu pada nilai-nilai Islam yang diterapkan sedini mungkin kepada anak-anak. Apabila proses tersebut dapatberjalan dengan baik, kita akan melihat munculnya generasi muda yangmemiliki komitmen yang kuat. Mereka adalah para pemuda yang selalu siap mengemban misi kemanusiaan kepada masyarakat yang ada dilingkungannya dan siaga dalam memenuhi panggilan yang diserukanoleh negara.[26]
Dakwah dalam Islam menduduki posisi utama, sentral dan strategis. Kegagalan dan keberhasilan Islam menghadapi perubahan dan perkembangan jaman sangat ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan oleh umatnya. Secara ringkas tipologi organisasi dakwah yang mengarah pada kondisi objek dakwah meliputi keadaan demografis dan geografis, kondisi pemukiman dan lingkungan hidup, lingkungan organisasi sosial, lingkungan aktivitas peribadatan, lingkungan aktivitas pendidikan, lingkungan budaya, termasuk tantangan nilai, aktivitas missi pihak lain, lingkungan sosial politik,[27] dan sebagainya.





DAFTAR PUSTAKA

A. Wahab Suneth, et. al. Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000).
Abdul Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1993).
Ahmad Mahmud, al-Da’wah ilal-Islam, Mauqi’ul-Islam, t.th).
Departemen Agama, al-Qur’an Dan Terjemahnya, , (Surabaya:  CV Mahkota,  1996).
Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Gema Insani Press, Jakarta, 2000)
Fu’ad Abd al-Baqi, Mu'jam Mufahras Li Alfaz al-Qur’an al-Karim, (Beiruth: Dar al-Fikr, 2000).
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah; Suatu Pengantar Studi ( Jakarta: Bumi Aksara, 1994).
Islamic.net, Fungsi Lembaga Dakwah, dalam: http//www.google.com// wordpress..// diakses 19 Desember 2013.
Jalaluddin Rahmat, “Dakwah dan Tantangannya dalam Kemajuan Sains dan Teknologi pada Masa Kini dan Esok”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Sehari oleh HMJ PPAI Fakultas Dakwah IAIN Alauddin tanggal 24 November 1994.
M. Syafa'at Habib, Buku Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1981).
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Ed. I (Jakarta: Kencana, 2004).
Muhammad al-Zuhaili, Menciptakan Remaja Damban Allah; Panduan Bagi Orang Tua Muslim,(al-Bayan: Bandung, 2004)
Muhammad Hasan Al-Jamsi, al Du’at wa al Da’wat al Islamiyyah al-Mu’asirah, (Damaskus: Dar al Rasyid, t.th.).
Nawawi, Peta Dakwah di Kecamatan Subang Kabupaten Banyumas, (P3M STAIN Purwokerto | 1 JPA | Vol. 9 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 191-216).
Quraish Shihab,   Membumikan al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992).
Republik Indonesia, Garis-garis Besar Haluan Negara, Tahun 1989.
Sayyid Qutb,   Tafsir fi Zilal al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Syuruq, 1982).
Syekh Ali Mahfuz, Hidayat al-Mursyidin Ila Turuq al-Wa’zi Wa al-Khitabah, (Beiruth: Dar al-Ma’rifah, t.th.).
Wikipedia Bahasa Indonesia, Tipologi, dalam: www//http.google.com//wordpres..// diakses pada 19 Desember 2013.


[1] Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, h. 67.
[2] Muhammad Hasan Al-Jamsi, al Du’at wa al Da’wat al Islamiyyah al-Mu’asirah, (Damaskus: Dar al Rasyid, t.th.), h. 24.
[3] Fu’ad Abd al-Baqi, Mu'jam Mufahras Li Alfaz al-Qur’an al-Karim, (Beiruth: Dar al-Fikr, 2000), h. 330-333.
[4] Syekh Ali Mahfuz, Hidayat al-Mursyidin Ila Turuq al-Wa’zi Wa al-Khitabah, (Beiruth: Dar al-Ma’rifah, t.th.), h. 17.
[5] Sayyid Qutb,   Tafsir fi Zilal al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Syuruq, 1982), Juz. Ke-1., h. 187.
[6] Quraish Shihab,   Membumikan al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 194.
[7] Ahmad Mahmud, al-Da’wah ilal-Islam, Mauqi’ul-Islam, t.th), h. 14.
[8] Departemen Agama, al-Qur’an Dan Terjemahnya, , (Surabaya:  CV Mahkota,  1996), h.
[9] Definisi tersebut pada dasarnya jika dibandingkan dengan beberapa literature akan tampak berbeda. Namun menurut hemat penulis definisi tersebut sudah mewakili beberapa definisi yang telah ditetapkan oleh ahli ilmu dakwah.
[10] Ibid.
[11] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Ed. I (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2004), h. 60
[12] Abdul Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 19.
[13] M. Syafa'at Habib, Buku Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1981), h. 133.
[14] H.M. Arifin, Psikologi Dakwah; Suatu Pengantar Studi ( Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. III,  h. 4.
[15] Departemen agama, al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya: CV Mahkota, Edisi Revisi, 1996), h.
[16] Ibid. h.
[17] Islamic.net, Fungsi Lembaga Dakwah, dalam: http//www.google.com// wordpress..// diakses 19 Desember 2013.
[18] Wikipedia Bahasa Indonesia, Tipologi, dalam: www//http.google.com//wordpres..// diakses pada 19 Desember 2013.
[19] Maksud pengelompokan ini adalah pada tataran organisasi Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, Wahabi di Makkah, Nu dan Muhammadiyah di Indonesia dan lain sebagainya.
[20] Dalam hal ini yang menjadi kajian adalah upaya subjek dakwah dalam melihat kondisi objek dakwah baik secara kultur, tingkat pemahaman agama, kebutuhan akan materi dakwah, sosial, politik, tingkat pendidikan dan lain sebagainya.
[21] Republik Indonesia, Garis-garis Besar Haluan Negara, Tahun 1989, h. 3.
[22] Lihat, Jalaluddin Rahman, “Dakwah dan Tantangannya dalam Kemajuan Sains dan Teknologi pada Masa Kini dan Esok”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Sehari oleh HMJ PPAI Fakultas Dakwah IAIN Alauddin tanggal 24 November 1994.
[23] A. Wahab Suneth, et. al. Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru,Bina Rena Pariwara, Jakarta, 2000, Cet. I, h. 11.
[24] Jalaluddin Rahmat, Loc.Cit.
[25] Muhammad al-Zuhaili, Menciptakan Remaja Damban Allah; Panduan Bagi Orang Tua Muslim,al-Bayan, Bandung, 2004, Cet. I, h. 146.
[26]Ibid.
[27] Nawawi, Peta Dakwah di Kecamatan Subang Kabupaten Banyumas, (P3M STAIN Purwokerto | 1 JPA | Vol. 9 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 191-216), h. 7.